Jakarta — Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, memaparkan berbagai tantangan sektor ketenagakerjaan di Indonesia. Ia menyampaikannya dalam Forum Executive Breakfast Meeting (EBM) Seri III yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (IKA FIKOM UNPAD) di Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Tantangan Bawaan Lama Masih Mewarnai Dunia Kerja
Menurut Yassierli, tantangan ketenagakerjaan bukanlah hal baru. Ia menilai kondisi saat ini merupakan bawaan struktural yang sudah lama berlangsung. Salah satunya terlihat dari tingkat pengangguran terbuka yang tercatat 4,7 persen. Namun dalam skala populasi Indonesia, itu berarti jutaan orang masih belum bekerja.
“Kita juga menghadapi realitas bahwa 85 persen tenaga kerja kita berpendidikan SMA ke bawah. Ketika teknologi dan AI mulai mengancam, ini jadi beban berat,” jelasnya. Ia juga menyebut bahwa indeks pembangunan manusia (IPM) dan produktivitas kerja Indonesia masih di bawah rata-rata ASEAN.
Produktivitas Rendah Melemahkan Daya Saing
Yassierli menyoroti bahwa rendahnya produktivitas membuat industri nasional sulit bersaing. Ia menilai insentif finansial yang diberikan selama ini belum cukup untuk membangun ketahanan industri yang berkelanjutan.
Ia juga menekankan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan berada di posisi hilir. Oleh karena itu, tidak memiliki otoritas langsung menciptakan lapangan kerja. Namun Kemnaker telah merespons situasi tersebut dengan memperluas kolaborasi lintas kementerian dan lembaga.
“Tapi kami tidak tinggal diam. Sekarang kami sedang membangun kolaborasi lintas kementerian dan lembaga. Sudah ada hampir 20 MoU,” ungkapnya.
Kemnaker Perkuat Koperasi dan BLK sebagai Solusi
Salah satu bentuk kerja sama dilakukan dengan Kementerian Koperasi. Kemnaker kini sedang menyiapkan pelatihan vokasi khusus bagi koperasi. Yassierli menyebut banyak koperasi gagal bukan karena aspek legal, melainkan kualitas SDM-nya.
“Kami akan alokasikan effort dan anggaran dari balai-balai latihan kerja untuk memperkuat ini,” ujarnya. Selain itu, Kemnaker juga mendorong agar dilibatkan sejak awal dalam proses investasi, agar dapat menyiapkan tenaga kerja yang sesuai kebutuhan sektor.
“Kami sadar bahwa lapangan kerja adalah harapan utama masyarakat. Tapi dalam kenyataannya, banyak industri tumbuh tapi kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang sesuai. Ini bukan membalikkan fakta, ini realitas,” tegas Yassierli.
Transformasi Pelatihan dan Misi Besar Menjawab Mismatch
Menurutnya, modal utama Kemnaker adalah keberadaan Balai Latihan Kerja (BLK) atau BPVP. Namun tantangan efektivitas, efisiensi, dan jangkauan masih cukup besar. “Saat ini hanya menyentuh sekitar 140 ribu orang, padahal butuh jutaan,” terangnya.
Untuk menjawab tantangan itu, Kemnaker kini mentransformasi kurikulum BLK. Fokusnya mencakup industri 4.0, smart office, creative skills, hingga smart healthcare dan supply chain. Ia berharap dalam dua hingga tiga tahun ke depan, balai-balai pelatihan menjadi pusat pencetak skill Gen Z.
Ia juga menyampaikan bahwa program pelatihan green jobs seperti agroforestry tengah dikembangkan. “Connecting the dots itu penting. Kita kolaborasikan sumber daya masing-masing,” ujarnya.
Hubungan Industrial Pancasila dan Inklusivitas Disabilitas
Menaker juga menyoroti bahwa hubungan industrial di Indonesia masih bersifat transaksional. Ia ingin membangun pendekatan yang lebih kolaboratif. “Hubungan industrial masih terkotak-kotak. Padahal kita punya DNA gotong royong. Kami ingin membangun hubungan industrial Pancasila yang transformatif,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa sistem informasi ketenagakerjaan ke depan harus mampu menjangkau kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas. Inklusivitas menjadi kunci agar tidak ada kelompok yang tertinggal.
Kolaborasi Program Prioritas Presiden dan Harapan Masa Depan
Menaker menyampaikan bahwa perubahan besar tidak bisa instan, namun langkah awal sudah dilakukan. Ia menyebut beberapa program strategis seperti hilirisasi, koperasi, perluasan kerja luar negeri, dan transformasi pelatihan vokasi sebagai kunci penciptaan kerja baru.
“Kami melihat program prioritas Pak Presiden, seperti Makan Bergizi Gratis dan Koperasi Merah Putih, punya potensi besar. Misalnya, 3.000 dapur SPGN dari BUMN bisa menyerap 30.000 pekerja. Sementara 80.000 koperasi berpotensi menyerap 2 juta tenaga kerja jika SDM-nya terlatih,” jelasnya.
“Yang kita bangun adalah optimisme. Kita sadar tantangan besar, tapi kita juga tahu arah ke depan. Kami ingin Kemnaker jadi tempat yang baik untuk tumbuh, bagi pegawai dan masyarakat,” pungkasnya.
Baca juga: Kemnaker Gandeng Pos Indonesia Salurkan BSU ke 8,5 Juta Pekerja