Nasional

Mengatasi Hambatan dalam Penerapan Kurikulum Berbasis Cinta

22
×

Mengatasi Hambatan dalam Penerapan Kurikulum Berbasis Cinta

Sebarkan artikel ini
Mengatasi Hambatan dalam Penerapan Kurikulum Berbasis Cinta

Tantangan Implementasi Kurikulum di Madrasah

Pergantian Kurikulum: Perubahan yang Belum Menyentuh Realitas

Di tengah pergantian kurikulum nasional, guru madrasah swasta terus menantikan kepastian nasib mereka. Kebijakan baru di dunia pendidikan sering tidak menghampiri realitas para pelaksana. Sejak Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, KTSP 2006, Kurikulum 2013, hingga Kurikulum Merdeka 2024, perubahan terus berlanjut. Kini, 12 madrasah dijadikan piloting Kurikulum Berbasis Cinta, sebuah pendekatan humanis dari Kementerian Agama. Namun, guru madrasah, terutama di sektor swasta dan daerah pelosok, masih menghadapi masalah lama: kesejahteraan rendah, sarana terbatas, beban administratif berat, dan tuntutan profesionalisme tanpa dukungan memadai.

Realitas Lapangan: Ironi Pendidikan Berbasis Cinta

Kenyataan di lapangan menunjukkan tantangan yang harus segera diatasi. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mencatat bahwa 60% guru honorer di madrasah swasta digaji di bawah UMR, berkisar Rp1,2-1,8 juta per bulan. Penghasilan ini jauh dari layak untuk memenuhi kebutuhan dasar dan pelatihan kurikulum baru. Guru terbebani menyusun administrasi kurikulum humanis dengan minimnya fasilitas, sering kali harus merogoh kocek pribadi untuk print modul atau membeli kuota internet.

Kisah Nyata: Guru Madrasah Bertahan dalam Kesulitan Ekonomi

Bu Siti, guru MTs swasta di pesisir utara Jawa, menerima honor Rp1,2 juta per bulan. Bahkan Menteri Agama mengakui adanya guru madrasah swasta yang digaji Rp100 ribu per bulan, lebih pantas disebut uang transport daripada upah layak. Pelatihan Kurikulum Merdeka belum selesai, kini harus menyiapkan Kurikulum Cinta. Kebijakan progresif seringkali terhenti di dinding realitas, sulit meminta guru menebar cinta dalam pembelajaran ketika mereka hidup dalam tekanan ekonomi yang tidak manusiawi.

Data Lapangan: Ketidaksetaraan Fasilitas Madrasah

Penelitian menunjukkan ketidaksetaraan signifikan antara fasilitas Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Indonesia. Madrasah sering kekurangan infrastruktur dan dukungan dibandingkan sekolah umum, mempengaruhi kualitas pendidikan. Kesenjangan mencolok juga terlihat pada laboratorium sains dan akses internet. Madrasah hanya memiliki 35% laboratorium layak dibandingkan 65% pada sekolah umum, akses internet di madrasah 40% lebih rendah.

Kesenjangan Mutu dan Anggaran Pendidikan

Kesenjangan terjadi pada kualitas kelembagaan madrasah berdasarkan akreditasi, dengan 60% madrasah swasta hanya berakreditasi B/C. Sertifikasi guru pun timpang, hampir separuh guru madrasah swasta belum tersertifikasi dibanding 80% di madrasah negeri. Ketimpangan anggaran memperlebar jarak antara madrasah dan sekolah umum. Madrasah, khususnya swasta, hanya bergantung pada dana BOS dari Kementerian Agama, membatasi fleksibilitas meningkatkan kualitas pendidikan.

Strategi Implementasi Kurikulum Berbasis Cinta di Madrasah

Memulai dengan Komitmen Kepemimpinan

Perbaikan pendidikan harus didasarkan komitmen kuat semua level kepemimpinan, dari pusat hingga guru. Kebijakan yang baik tanpa kemauan politik dan keseriusan pimpinan pendidikan hanya sekadar formalitas administratif.

Perubahan Pola Pikir dan Kesejahteraan Guru

Mindset pengambil kebijakan harus berubah, meninggalkan pola pikir normatif menuju persiapan generasi yang kuat secara moral dan kompetensi. Peningkatan kesejahteraan guru adalah kunci keberhasilan kurikulum, terutama di daerah 3T.

Pembinaan Berkelanjutan dan Optimalisasi SDM

Guru memerlukan pembinaan berkelanjutan yang berbasis praktik langsung, bukan sekadar teori. Supervisi pendidikan harus direformasi menjadi supervisi akademik dialogis yang berbasis pembinaan dan pendampingan.

Rekomendasi Kebijakan dari Kemenag

  1. Membuka akses pendanaan multi-sumber untuk menunjang kesejahteraan guru madrasah swasta.
  2. Membentuk tim ahli kurikulum di tiap wilayah untuk pendampingan langsung berbasis praktik.
  3. Memangkas beban administratif guru dengan menyederhanakan sistem pelaporan kurikulum.

Dengan rekomendasi kebijakan ini, Kurikulum Berbasis Cinta dapat diimplementasikan secara manusiawi dan berkeadilan. Ayo jadikan Kurikulum Berbasis Cinta sebagai gerakan bersama demi pendidikan madrasah yang lebih bermartabat dan menyejahterakan hati.

Tinggalkan Balasan