Kecerdasan Buatan: Kekuatan Transformasional Bukan Sekadar Tren
Seruan Nasional – Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Yassierli, menegaskan bahwa kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) bukan hanya tren sesaat, melainkan kekuatan transformasional yang tengah mengubah wajah dunia kerja, termasuk di Indonesia.
Dalam Pertemuan Menteri Ketenagakerjaan BRICS di Brasilia, Brasil, Jumat (25/4/2025) waktu setempat, Menaker mengangkat tema “Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Pekerjaan”.
Menurut Yassierli, AI menghadirkan dua sisi tantangan besar. Di satu sisi, kecerdasan buatan menawarkan peningkatan efisiensi, produktivitas, dan membuka peluang inovasi baru. Namun di sisi lain, jika tidak dikelola dengan inklusif, AI justru berpotensi memperbesar kesenjangan sosial dan ketenagakerjaan.
“Indonesia tidak melihat AI sebagai ancaman, melainkan sebagai kekuatan yang harus dimanfaatkan secara bertanggung jawab. Teknologi harus melayani kemanusiaan, bukan sebaliknya,” tegas Menaker.
Empat Fokus Utama Indonesia dalam Mengadopsi AI
Dalam paparannya, Menaker Yassierli menekankan bahwa Indonesia memilih pendekatan berbasis masyarakat (people-centric approach). Tujuannya, memastikan AI memperkuat keadilan sosial, melindungi martabat manusia, dan membuka peluang kerja yang lebih luas.
Pendekatan ini dijabarkan dalam empat fokus utama:
1. Inklusi Digital sebagai Hak Dasar
Indonesia menempatkan akses teknologi, infrastruktur digital, dan literasi digital sebagai hak dasar setiap warga negara. Upaya inklusi ini bertujuan agar masyarakat pedesaan, pekerja informal, hingga kelompok rentan tidak tertinggal dalam arus transformasi digital. Pemerintah berkomitmen mempercepat pembangunan infrastruktur dan memperluas program literasi digital hingga ke pelosok negeri.
2. Penyiapan Keterampilan Melalui Modernisasi Pelatihan
Untuk menghadapi tantangan kesenjangan keterampilan, Indonesia mendorong modernisasi pelatihan vokasi berbasis kemitraan antara industri dan pendidikan. Program pelatihan nasional dirancang agar pemanfaatan AI bisa dilakukan secara luas dan adaptif, mencakup lebih dari 280 juta penduduk.
“Kami juga tengah membangun Pusat Produktivitas Nasional dengan AI sebagai tema strategis, baik sebagai subjek riset maupun alat transformasi ketenagakerjaan,” ujar Menaker.
3. Perlindungan Sosial yang Adaptif terhadap Disrupsi
Indonesia telah mengembangkan sistem perlindungan sosial adaptif, seperti Program Asuransi Kehilangan Pekerjaan. Program ini tidak hanya memberikan dukungan penghasilan, tetapi juga pelatihan ulang (reskilling) serta fasilitasi penempatan kerja kembali, sehingga pekerja terdampak disrupsi AI tetap terlindungi.
4. Dialog Sosial Inklusif untuk Menyusun Kebijakan AI
Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya dialog sosial antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja dalam membentuk kebijakan AI. Partisipasi aktif dari semua pihak menjadi kunci agar kerangka tata kelola AI dapat berjalan adil, bertanggung jawab, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama.
Ajakan Kolaborasi Global dalam Era AI
Dalam forum BRICS, Indonesia turut mendorong negara-negara anggota untuk memperkuat kolaborasi global.
Fokus kerja sama diarahkan pada:
- Investasi dalam keterampilan digital
- Pertukaran kebijakan ketenagakerjaan inklusif
- Kolaborasi dalam pengembangan tata kelola AI yang etis
- Promosi inovasi berbasis keadilan dan keberlanjutan
“Masa depan pekerjaan bukan hanya ditentukan oleh algoritma, tetapi oleh pilihan-pilihan yang kita ambil hari ini. Indonesia memilih melangkah dengan tekad, menjunjung keadilan, dan berpegang pada semangat kolaborasi,” pungkas Menaker.