Seruan Nasional — Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menghadiri penandatanganan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) IX PT Pertamina (Persero) dengan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) untuk periode 2025–2027 yang digelar di Jakarta Pusat.
PKB IX Sebagai Wujud Hubungan Industrial Pancasila
Dalam sambutannya, Menaker Yassierli menekankan pentingnya peran dialog sosial yang dinamis dalam mewujudkan hubungan kerja yang harmonis. Ia menilai PKB IX ini mencerminkan kematangan hubungan industrial antara serikat pekerja dan manajemen.
“Saya berharap Pertamina dapat menjadi contoh bagaimana hubungan industrial Pancasila diwujudkan melalui dialog, musyawarah, dan kolaborasi antara serikat pekerja dan manajemen. Ini menjadi kunci kemajuan perusahaan di masa depan,” kata Menaker.
Pertamina Harus Jadi Center of Excellence dalam SDM
Menaker menyampaikan bahwa ke depan, Pertamina diharapkan dapat menjadi center of excellence (pusat keunggulan) dalam bidang ketenagakerjaan serta menjadi magnet bagi para pakar dan pelaku praktik terbaik.
“PR besar bagi Pertamina adalah menjadi lokomotif peningkatan produktivitas nasional. Ini harus menjadi tujuan bersama,” ucapnya.
Ia menambahkan, dalam 20 tahun terakhir, produktivitas tenaga kerja Indonesia stagnan di kisaran 10 persen dan masih berada di bawah rata-rata negara ASEAN. Untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, dibutuhkan peningkatan produktivitas nasional hingga 1,7 kali lipat.
Tantangan Kesiapan Menghadapi Future Jobs
Menaker juga menggarisbawahi pentingnya kesiapan menghadapi perubahan pasar kerja yang cepat. Ia mengutip riset yang menyatakan bahwa 50 persen keterampilan yang digunakan saat ini tidak akan relevan dalam 10 tahun ke depan.
“Yang mengkhawatirkan adalah jika kita meninggalkan pekerja kita tanpa bekal keterampilan yang relevan. Saat itu terjadi, justru tenaga kerja asing yang siap mengambil peran,” jelas Yassierli.
Serikat Pekerja Diminta Bergerak Menuju Perubahan Positif
Lebih jauh, Menaker mendorong serikat pekerja untuk tidak hanya memperjuangkan hak-hak normatif seperti upah dan lingkungan kerja (hygiene factors), tetapi juga mendorong motivating factors yang bisa meningkatkan semangat dan kontribusi pekerja.
“Motivating factors ini hanya bisa tumbuh melalui kolaborasi yang sehat antara manajemen dan serikat pekerja. Dan kunci dari semuanya adalah penguatan SDM,” ujarnya.